Pers dalam menyampaikan berita memang sudah seharusnya jujur dan netral. Tidak menambah-nambah juga tidak mengurangi isi berita. Di era keterbukaan dan iklim demokrasi yang makin baik di Indonesia, pers harus aktif menyampaikan berita yang benar dan jauh dari berlebih-lebihan. Aku rasa itu keinginan yang wajar dari rakyat.
Namun apa jadinya jika demi rating lalu kemudian berita-berita 'kecil' diupayakan menjadi 'besar'? Penikmat berita yang tidak mau repot berpikir tentu akan menelan bulat-bulat persepsi yang diselipkan dalam penyampaian berita.
Politik adalah masalah persepsi. Media pers memang memiliki kemampuan luar biasa untuk menciptakan persepsi dan membentuk opini masyarakat terhadap suatu persoalan. Yang menjadi korban tentu adalah sumber berita dan penikmat berita. Dan yang paling diuntungkan adalah penyampai berita, dalam hal ini media pers.
Sekarang ini sedang berkembang kasus dugaan ancaman boikot media pers, khususnya yang menjelek-jelekkan Pemerintah RI, oleh sekretaris kabinet Dipo Alam. Ada 3 media yang secara gamblang disebutkan sebagai penyampai berita yang sering menjelek-jelekkan Pemerintah RI. Salah satu media yang dituduh oleh Seskab kemudian bereaksi dengan mengeluarkan somasi menuntut permintaan maaf dari sang Seskab. Namun tampaknya sang Seskab tidak tertarik melayani somasi tersebut. Bahkan mengaku siap jika kasusnya dibawa ke pengadilan.
Padahal sebelumnya aku sudah menyentil betapa berita-berita yang ditayangkan di TV sarat muatan kepentingan dari pemilik Stasiun. Namun curhatku itu tidak sampai berkembang menjadi berita penting. Siapa juga aku ini? hahaha
Tentu berbeda jika curhat tersebut diucapkan oleh pejabat atau tokoh-tokoh berpengaruh di negeri ini. Dan itulah yang terjadi sekarang. Seskab dinilai oleh beberapa pihak sebagai orang yang arogan. Sedangkan sang Seskab bersikeras bahwa Ia sedang memperagakan cara 'mendidik' media pers yang dikategorikan menjelek-jelekkan Pemerintah.
Siapa yang benar? Anda nilai sendiri :)
Namun apa jadinya jika demi rating lalu kemudian berita-berita 'kecil' diupayakan menjadi 'besar'? Penikmat berita yang tidak mau repot berpikir tentu akan menelan bulat-bulat persepsi yang diselipkan dalam penyampaian berita.
Politik adalah masalah persepsi. Media pers memang memiliki kemampuan luar biasa untuk menciptakan persepsi dan membentuk opini masyarakat terhadap suatu persoalan. Yang menjadi korban tentu adalah sumber berita dan penikmat berita. Dan yang paling diuntungkan adalah penyampai berita, dalam hal ini media pers.
Sekarang ini sedang berkembang kasus dugaan ancaman boikot media pers, khususnya yang menjelek-jelekkan Pemerintah RI, oleh sekretaris kabinet Dipo Alam. Ada 3 media yang secara gamblang disebutkan sebagai penyampai berita yang sering menjelek-jelekkan Pemerintah RI. Salah satu media yang dituduh oleh Seskab kemudian bereaksi dengan mengeluarkan somasi menuntut permintaan maaf dari sang Seskab. Namun tampaknya sang Seskab tidak tertarik melayani somasi tersebut. Bahkan mengaku siap jika kasusnya dibawa ke pengadilan.
Padahal sebelumnya aku sudah menyentil betapa berita-berita yang ditayangkan di TV sarat muatan kepentingan dari pemilik Stasiun. Namun curhatku itu tidak sampai berkembang menjadi berita penting. Siapa juga aku ini? hahaha
Tentu berbeda jika curhat tersebut diucapkan oleh pejabat atau tokoh-tokoh berpengaruh di negeri ini. Dan itulah yang terjadi sekarang. Seskab dinilai oleh beberapa pihak sebagai orang yang arogan. Sedangkan sang Seskab bersikeras bahwa Ia sedang memperagakan cara 'mendidik' media pers yang dikategorikan menjelek-jelekkan Pemerintah.
Siapa yang benar? Anda nilai sendiri :)
hello, nice article you made
BalasHapusPoker Chips