Semakin hangat saja berita boikot film impor oleh MPAA (Motion Picture Association of America) yang selama ini banyak mengekspor film-film box office ke bioskop-bioskop indonesia. Boikot ini berawal dari rencana pemerintah untuk menaikkan (?) pajak impor film-film impor.
Awalnya aku sempat menyayangkan keputusan ini, karena aku dan istri adalah penikmat film-film box office di studio 21. Terpikir bahwa kedepannya Indonesia hanya akan dihibur oleh film-film horror berbumbu adegan vulgar. Layar-layar bioskop akan dihiasi oleh judul-judul film horror yang cenderung menggelikan, jauh dari kata menakutkan. Ah, gak mantaplah!
Aku tertarik mengetahui kenapa pemerintah harus menaikkan pajak impor yang mengakibatkan film-film hollywood baru tidak lagi tayang di Indonesia. Kemudian aku membaca ulasan Ilham Bintang di rubrik oase.kompas.com. Ternyata tidak benar Pemerintah menaikkan pajak film impor. Yang terjadi adalah Pemerintah meminta importir membayar pajak sesuai ketentuan UU Perpajakan 1983.
Jadi sebenarnya selama ini importir film impor membayar pajak dibawah ketentuan. Dan ironisnya film-film nasional membayar pajak lebih tinggi dari film impor(!). Ini yang dikeluhkan oleh sineas Indonesia. Menurutku wajar saja jika kemudian Pemerintah meminta importir film asing untuk membayar pajak sesuai ketentuan. Benar kan?
Mungkin yang patut disayangkan adalah kualitas film dalam negeri yang mayoritas jauh dibawah film impor. Ini adalah tantangan bagi para sineas film Indonesia. Stop film horor beradegan vulgar, aku tidak bisa membawa kedua putriku ke bioskop jika mayoritas film Indonesia masih bergenre seperti itu.
Seperti kasus Menkominfo dengan RIM, aku juga yakin jika Pemerintah tetap teguh dengan pendiriannya, maka MPAA akan berpikir panjang untuk berlama-lama memboikot Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang gede banget merupakan pangsa pasar yang tidak bisa dianggap sebelah mata.
Untuk sementara ini, nontonya lewat DVD bajakan saja dulu kali ye?! Ini bukan akhir dunia ;)
Awalnya aku sempat menyayangkan keputusan ini, karena aku dan istri adalah penikmat film-film box office di studio 21. Terpikir bahwa kedepannya Indonesia hanya akan dihibur oleh film-film horror berbumbu adegan vulgar. Layar-layar bioskop akan dihiasi oleh judul-judul film horror yang cenderung menggelikan, jauh dari kata menakutkan. Ah, gak mantaplah!
Aku tertarik mengetahui kenapa pemerintah harus menaikkan pajak impor yang mengakibatkan film-film hollywood baru tidak lagi tayang di Indonesia. Kemudian aku membaca ulasan Ilham Bintang di rubrik oase.kompas.com. Ternyata tidak benar Pemerintah menaikkan pajak film impor. Yang terjadi adalah Pemerintah meminta importir membayar pajak sesuai ketentuan UU Perpajakan 1983.
Jadi sebenarnya selama ini importir film impor membayar pajak dibawah ketentuan. Dan ironisnya film-film nasional membayar pajak lebih tinggi dari film impor(!). Ini yang dikeluhkan oleh sineas Indonesia. Menurutku wajar saja jika kemudian Pemerintah meminta importir film asing untuk membayar pajak sesuai ketentuan. Benar kan?
Mungkin yang patut disayangkan adalah kualitas film dalam negeri yang mayoritas jauh dibawah film impor. Ini adalah tantangan bagi para sineas film Indonesia. Stop film horor beradegan vulgar, aku tidak bisa membawa kedua putriku ke bioskop jika mayoritas film Indonesia masih bergenre seperti itu.
Seperti kasus Menkominfo dengan RIM, aku juga yakin jika Pemerintah tetap teguh dengan pendiriannya, maka MPAA akan berpikir panjang untuk berlama-lama memboikot Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang gede banget merupakan pangsa pasar yang tidak bisa dianggap sebelah mata.
Untuk sementara ini, nontonya lewat DVD bajakan saja dulu kali ye?! Ini bukan akhir dunia ;)
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda..?