Ada 2 keluarga yang tinggal berdekatan. Keduanya adalah keluarga yang secara strata ekonomi termasuk golongan menengah. Yang mencolok perbedaan diantara keluarga tersebut adalah pola pendidikan anak-anaknya.
Di keluarga A, anak-anaknya dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Segala kebutuhan anak-anaknya diupayakan untuk tersedia. Mulai dari makanan yang enak, tempat tidur yang nyaman dan mainan yang selalu berganti setiap bulannya. Sesedikit mungkin anak-anak dilibatkan dalam hal mengurus rumah. Alasan orang tuanya adalah anak-anaknya yang kurang becus mengerjakan pekerjaan rumah. Sehingga saban hari, si Ibu yang berjibaku membersihkan rumah hingga menjelang anak-anaknya tidur.
Sedangkan keluarga B, anak-anaknya dididik dengan ketegasan dan kemandirian. Sedari dini anak-anaknya diajarkan untuk bertanggung jawab. Orang tua secara perlahan membagikan tanggungjawab untuk membersihkan dan merapikan rumah. Sehingga anak-anaknya mahir membantu pekerjaan si Ibu untuk mengurus rumah. Dari segi barang dan pakaian yang digunakan anak-anak juga sederhana. Anak-anak lebih sering main di pekarangan rumah sambil mengeksplorasi segala bebatuan, daun-daun kering untuk dijadikan mainan 'darurat'. Sehingga para tetangga sering menggunjing betapa pelitnya orang tua keluarga B.
Sampailah saat anak-anaknya beranjak dewasa dan sudah bekerja. Meski semua anak di keluarga A dan B sudah bekerja, kiranya belum mampu mengangkat strata ekonomi keluarga A dan B. Mereka masih tergolong keluarga menengah - belum kaya. Orang tua di kedua keluarga tersebut telah tua dan pensiun. Dan berharap anak-anaknyalah yang dapat membantu menopang kehidupan keluarga.
Di keluarga A, hingga hari tua, orang tua masih terus harus disibukkan dengan mengurus pekerjaan rumah. Membersihkan rumah dan pakaian kerja anak-anaknya. Untuk masalah pakaian awalnya anak-anak sepakat untuk dicucikan di laundry saja. Tapi setelah beberapa lama, anak-anak merasa tidak puas dengan hasilnya. Dan mereka berpendapat, daripada membayar jasa laundry, bukankah lebih baik menambah 'uang saku' sang ibu untuk mencucikan pakaian mereka. Dan si Ibu tidak keberatan, jadilah si ibu menjadi babu merangkap koki yang terhormat. Si Bapak juga sebelas dua belas dengan nasib si Ibu. Selain menjadi asisten ibu sang babu terhormat, untuk urusan pengurusan surat-surat penting dan administrasi keluarga, kini menjadi tugas si Bapak. Setiap hari ada saja yang harus diurus si Bapak. Mulai dari perpanjangan STNK, mengurus surat tanah, mengurus kartu keluarga, memperpanjang KTP anak-anaknya dan sebagainya. Belum lagi jika cucu mereka lahir kelak. Ah, kapankah waktu istirahat keduanya?
Di keluarga B, berbeda jauh keadaannya. Tugas si Bapak dan Ibu hampir dikatakan tidak ada. Semua diurus oleh anak-anaknya. Hanya sesekali si Ibu dimintakan tolong memasak makanan rumah demi memupus kerinduan dengan cita rasa masakan Ibu. Urusan rumah dan tetek bengek administrasi rumah beres ditangani anak-anaknya. Dasarnya memang sedari kecil sudah dididik untuk berani bertanggung jawab. Pendeknya orang tua keluarga B benar-benar menikmati masa tua sambil menunggu datangnya cucu-cucu yang kelak datang.
Kisah diatas bukanlah fiksi dan nyata terjadi. Kesalahan orang tua dalam memahami arti arti 'kasih sayang' kepada anak menjadi bumerang di hari tua. Kasih sayang pada anak harus diartikan membentuk kepribadian anak agar siap menghadapi kehidupan masa depan yang keras. Jika anak-anak kurang diserahi tanggung jawab, maka nantinya orang tualah yang akan memikul tanggung jawab itu.
Semoga menjadi bahan pemikiran untuk para calon orang tua dan orang tua yang memiliki anak kecil.
Silahkan di-share semoga ada manfaatnya.
Di keluarga A, anak-anaknya dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Segala kebutuhan anak-anaknya diupayakan untuk tersedia. Mulai dari makanan yang enak, tempat tidur yang nyaman dan mainan yang selalu berganti setiap bulannya. Sesedikit mungkin anak-anak dilibatkan dalam hal mengurus rumah. Alasan orang tuanya adalah anak-anaknya yang kurang becus mengerjakan pekerjaan rumah. Sehingga saban hari, si Ibu yang berjibaku membersihkan rumah hingga menjelang anak-anaknya tidur.
Sedangkan keluarga B, anak-anaknya dididik dengan ketegasan dan kemandirian. Sedari dini anak-anaknya diajarkan untuk bertanggung jawab. Orang tua secara perlahan membagikan tanggungjawab untuk membersihkan dan merapikan rumah. Sehingga anak-anaknya mahir membantu pekerjaan si Ibu untuk mengurus rumah. Dari segi barang dan pakaian yang digunakan anak-anak juga sederhana. Anak-anak lebih sering main di pekarangan rumah sambil mengeksplorasi segala bebatuan, daun-daun kering untuk dijadikan mainan 'darurat'. Sehingga para tetangga sering menggunjing betapa pelitnya orang tua keluarga B.
Sampailah saat anak-anaknya beranjak dewasa dan sudah bekerja. Meski semua anak di keluarga A dan B sudah bekerja, kiranya belum mampu mengangkat strata ekonomi keluarga A dan B. Mereka masih tergolong keluarga menengah - belum kaya. Orang tua di kedua keluarga tersebut telah tua dan pensiun. Dan berharap anak-anaknyalah yang dapat membantu menopang kehidupan keluarga.
Di keluarga A, hingga hari tua, orang tua masih terus harus disibukkan dengan mengurus pekerjaan rumah. Membersihkan rumah dan pakaian kerja anak-anaknya. Untuk masalah pakaian awalnya anak-anak sepakat untuk dicucikan di laundry saja. Tapi setelah beberapa lama, anak-anak merasa tidak puas dengan hasilnya. Dan mereka berpendapat, daripada membayar jasa laundry, bukankah lebih baik menambah 'uang saku' sang ibu untuk mencucikan pakaian mereka. Dan si Ibu tidak keberatan, jadilah si ibu menjadi babu merangkap koki yang terhormat. Si Bapak juga sebelas dua belas dengan nasib si Ibu. Selain menjadi asisten ibu sang babu terhormat, untuk urusan pengurusan surat-surat penting dan administrasi keluarga, kini menjadi tugas si Bapak. Setiap hari ada saja yang harus diurus si Bapak. Mulai dari perpanjangan STNK, mengurus surat tanah, mengurus kartu keluarga, memperpanjang KTP anak-anaknya dan sebagainya. Belum lagi jika cucu mereka lahir kelak. Ah, kapankah waktu istirahat keduanya?
Di keluarga B, berbeda jauh keadaannya. Tugas si Bapak dan Ibu hampir dikatakan tidak ada. Semua diurus oleh anak-anaknya. Hanya sesekali si Ibu dimintakan tolong memasak makanan rumah demi memupus kerinduan dengan cita rasa masakan Ibu. Urusan rumah dan tetek bengek administrasi rumah beres ditangani anak-anaknya. Dasarnya memang sedari kecil sudah dididik untuk berani bertanggung jawab. Pendeknya orang tua keluarga B benar-benar menikmati masa tua sambil menunggu datangnya cucu-cucu yang kelak datang.
Kisah diatas bukanlah fiksi dan nyata terjadi. Kesalahan orang tua dalam memahami arti arti 'kasih sayang' kepada anak menjadi bumerang di hari tua. Kasih sayang pada anak harus diartikan membentuk kepribadian anak agar siap menghadapi kehidupan masa depan yang keras. Jika anak-anak kurang diserahi tanggung jawab, maka nantinya orang tualah yang akan memikul tanggung jawab itu.
Semoga menjadi bahan pemikiran untuk para calon orang tua dan orang tua yang memiliki anak kecil.
Silahkan di-share semoga ada manfaatnya.
Cerita yang sangat bagus, mumpung anak-anak masih kecil, pengetahuan di atas perlu di praktekkan, agar ketika dewasa mereka tidak menjadi orang yang bingung/tidak mandiri, yang akhirnya tetap merepotka orang tua. Terimakasih
BalasHapus